Wednesday, February 17, 2010

Pertemuan dengan Nabi Khidr as.

Khidr adalah ‘pemandu gaib’ kaum Sufi, dan ia dipercaya sebagai Penuntun tanpa nama bagi Musa a.s. di dalam al-Qur’an. ‘Orang Berbaju Hijau’ ini sering dihubungkan sebagai ‘Orang Yahudi’ dan dalam legenda disamakan dengan tokoh-tokoh seperti St. George dan Elijah. Dongeng ini –atau laporan– adalah karakteristik dari fungsi supranatural yang dihubungkan pada Khidr, baik dalam cerita rakyat maupun diantara guru-guru darwis.

Suatu ketika, saat berdiri di tepi sungai Oxus, aku melihat seorang pria tercebur. Pria lainnya, berbusana darwis, berlari menolongnya, tetapi dia sendiri terseret ke dalam air. Tiba-tiba aku melihat pria ketiga, berpakaian jubah berkilauan, hijau bercahaya, melemparkan diri ke air. Tetapi saat ia menyentuh permukaan air, bentuknya tampak berubah; ia bukan lagi seorang manusia, melainkan sebatang kayu. Dua orang lain berusaha meraihnya, dan bersama-sama mereka mencapai tepi.



Sulit untuk mempercayai apa yang telah kulihat, aku mengikuti dari kejauhan, menggunakan semak-semak yang tumbuh di sana sebagai pelindung. Dua pria menarik diri terengah-engah di tepian sungai; batang kayu tersebut terus hanyut. Aku mengawasinya, sampai jauh lepas dari pandangan, dan tersangkut di pinggir, dan pria berjubah hijau, basah kuyup, menarik diri ke pinggir. Air yang membasahinya mulai menetes; sebelum aku mencapainya, ia sudah hampir kering.

Aku menjatuhkan diri di depannya, menangis: “Anda pasti Khidr yang Hadir, Orang Berjubah Hijau, Guru Para Suci. Berkati aku, agar dapat mencapai.” Aku takut menyentuh jubahnya, karena tampak menjadi seperti api hijau. Dia berkata; “Engkau sudah terlalu banyak melihat. Mengertilah bahwa aku datang dari dunia lain, dan aku tanpa mereka ketahui melindungi orang-orang yang telah melakukan pelayanan. Engkau mungkin murid Sayed Imdadullah, tetapi engkau belum cukup dewasa untuk mengetahui apa yang kami lakukan demi ALLAH.”

Ketika aku mendongak, ia sudah lenyap, dan yang dapat aku dengar adalah suara gemuruh di udara.

Setelah kembali dari Khotan, aku melihat orang yang sama. Ia tengah berbaring di atas kasur jerami di sebuah tempat peristirahatan dekat Peshawar. aku berkata pada diriku sendiri, “Bila waktu lalu aku masih mentah, maka sekarang sudah dewasa.”

Aku memegang jubahnya, yang ternyata sangat biasa –kendati di baliknya aku melihat sesuatu kilau hijau.

“Anda pasti Khidr,” kataku padanya, “Tetapi aku harus tahu bagaimana orang yang tampak biasa seperti Anda menunjukkan keajaiban-keajaiban … dan mengapa. Jelaskan keahlian Anda padaku, agar aku dapat melakukannya pula.”

Ia tertawa, “Engkau tidak sabar, temanku! Waktu lalu engkau terlalu keras kepala –dan sekarang masih keras kepala. Pergilah, ceritakan pada siapa pun yang engkau jumpai bahwa engkau telah bertemu Khidr Ilyas; mereka akan memasukkanmu ke rumah sakit jiwa, dan semakin bersikeras bahwa engkau benar, mereka akan semakin mengikatmu.”

Kemudian ia mengambil sebuah batu kecil. Aku menatapnya — dan mendapatkan diriku lumpuh berubah seperti batu, sampai ia mengambil tas-pelananya dan berlalu.

Ketika aku ceritakan kisah ini, orang-orang tertawa atau menganggapku tukang cerita, dan memberiku hadiah.